Minggu, 30 September 2012

PUTRI SULTAN SERDANG DIRIKAN TAMAN BACAAN MASYARAKAT




Workshop Blog dan Media Sosial bagi pengelola TBM yang diselenggarakan di Medan oleh Forum Taman Bacaan Masyarakat bekerjasama dengan PPTK Paudni berakhir pagi itu. Kegiatan tersebut dilaksanakan mulai 26-29 Sptember 2012. Pikiran terasa beku dan untuk mencairkannya para peserta berburu oleh-oleh atau mendatangi tempat-tempat wisata. Sebagian ada yang sudah pulang mengejar pesawat.

Pagi itu, saya, Tarmizi dari TBM Rumah Hitam-Batam dan Dedi dari TBM Kedai Proses-Lebak, memilih untuk berilaturahmi ke Taman Budaya Medan. Di sana kami disambut oleh para aktivis kesenian, baik sastrawan, perupa, pemain teater bahkan fotografer. Diskusi seputar kesenian pun bergulir ditemani kopi pekat. Lalu diskusi merambat pada kegiatan Taman Bacaan.

“Di sini TBM-nya hebat-hebat. Tadi malam kami mendatangi TBM Mas Raden yang menggabungkan antara TBM dan warung jamu. Sebelumnya kami berkunjung ke TBM Shell Power yang pernah mendapatkan penghargaan dari Menteri Kemdikbud pada tahun 2011.” Ujar Tarmizi menjelaskan kepada beberapa kawan seniman.

“Ada juga TBM yang dahsyat di sini.” Kata Yondik Tanto, aktivis teater. “Namanya TBM Tengku Luckman Sinar. Pengelolanya Mira. Di TBM itu ada ribuan buku referensi tentang sejarah Medan. Luckman Sinar adalah sultan kerajaan Serdang yang meninggal tahun 2011. Putrinya, Mira, membuka Taman Bacaan karena buku-buku di sana luar biasa banyaknya.”

Tarmizi dan saya beradu pandang. Tanpa berpikir panjang, kami langsung menanyakan alamat TBM tersebut. Sayang sekali rasanya jika tak mengunjungi TBM unik itu. “Putri Sultan Serdang mendirikan TBM, mana mungkin kita melewatkannya begitu saja?” Senyum Tarmizi mengembang. Yondik Tanto pun mengerti. Lalu ia menelepon seseorang. “Cepat kau datang sini. Ada order buat kau nih” Tak berapa lama seseorang berperawakan ceking dengan rambut gondrong mendatangi kami. Namanya Gusti yang berproses sebagai perupa. Namun belakangan ini ia menambahkan profesi barunya sebagai tukang ojek motorbecak.
   
Kami bertiga langsung menuju lokasi yang dituju. Di tempat tersebut kami berjumpa dengan Tengku Mira Sinar setelah menunggu sekitar 15 menit. Dalam proses menunggu itu, saya meneroka beberapa buku lama yang masih terrawat. Buku di tempat ini lebih banyak mengarah pada buku referensi sejarah. Sebagian berbahasa asing seperti Belanda dan Inggris. Sebagian lagi buku-buku sastra. Bahkan di depan lokasi,  terlihat ribuan novel-novel koboi dan peperangan. Semua berbahasa Inggris.

“Mohon maaf menunggu lama. Saya tadi sedang mengajar tari di sanggar,” ucap wanita anggun yang berusia sekitar 40-an itu. Bahasanya begitu halus dan terjaga. Wajahnya selalu mengembangkan senyum terbaiknya.
Ia menjelaskan perihal kenapa ia membuka Taman Bacaan Masyarakat. Awalnya dimulai dari kegemaran ayahnya membaca buku. “Ayah tak pernah ketinggalan membawa buku koboi dan peperangan kemanapun ia pergi. Lihat saja, ada ribuan buku di depan. Selain itu ia memang pembaca buku-buku sejarah. Sebagian ia dapat dari Belanda,” ujarnya. 

Selain sebagai Sultan Serdang (2001-2011), Tuanku Luckman Sinar Basar Shah juga menjadi dosen tamu di USU. “Banyak yang datang kesini untuk mencari buku referensi mulai dari para peneliti hingga mahasiswa yang sedang menyusun skripsi, tesis maupun disertasi.” Ungkap Mira. Menurut Mira, setelah ayahanda meninggal, harta warisan yang paling berharga dan paling dicintai ayahnya adalah buku. Atas dasar itu ia kemudian membuat TBM.  “tetapi buku ini kebanyakan buku referensi, sehingga kami harus menjaganya. Ke depan, saya ingin sekali membuat TBM untuk anak-anak. Tempatnya sudah disediakan di bawah. Rak-rak buku juga sudah siap. Semoga saja ada bantuan buku-buku dari pihak-pihak yang peduli,” tambahnya. TBM Tengku Luckman Sinar didirikan di rumah pribadi beralamat di jalan Abdullah Lubis No. 42/47 Medan.

Ketika ditanya perihal perhatian pemerintah, Mira menjelaskan bahwa selama ini Perpustakaan Daerah sudah mulai membantu. Bahkan TBM-nya dinobatkan sebagai TBM terbaik di provinsi ini.
“Bagaimana dengan Dinas Pendidikan?” tanya saya. Mira menghela nafas sejenak. “Ini yang saya aneh. Dua bulan lalu saya sudah mengajukan surat izin operasional kepada pihak Dinas Pendidikan. Mereka juga sudah datang mem-verifikasi tempat, menanyakan yayasan dan lain-lain. Semua persayaratan sudah saya ikuti. Tapi sampai sekarang tak jelas duduk pangkalnya.” Kata Mira sambil mengerutkan dahi. Namun Mira tetap optimis bahwa warisan harta ayahnya ini akan sangat berguna untuk masyarakat.

Tak terasa waktu merambat cepat. Kamipun pamit meninggalkan TBM Luckman Sinar. Tetap semangat, Mira! (FV)

Kamis, 06 September 2012

BEHIND THE SCENE SUMBANG BUKU UNTIRTA





Sumbang Buku dari Untirta bagi saya selaku dosen yang juga aktivis Taman Bacaan adalah sesuatu yang luar biasa. Bahkan Gol A Gong pendiri Rumah Dunia sekaligus Ketua Umum Forum TBM seakan tidak percaya bahwa Untirta bisa menyumbang 2500 buku dari mahasiswa baru.

Sebetulnya ide tersebut muncul dari obrolan santai saya dengan Presiden Mahasiswa Untirta, Adam Marifat. Seperti biasa, jika ada waktu luang, saya sering nongkrong di UKM Kafe ide, semacam komunitas teater bagi para mahasiswa. Waktu itu, seperti biasa, Adam Marifat curhat mengenai betapa lelahnya ia menjadi pemimpin Ormawa, lalu ia juga membicarakan betapa rumitnya menyiapkan kegiatan Pekan Pengenalan Kehidupan Kampus (P2KK). “Diskusi dengan pejabat Untirta malah berhenti pada urusan pendanaan yang tak kunjung beres. Kasihan mahasiswa baru. Sudah bayar, malah dipungut biaya lai-lain dan saya tak bisa berbuat banyak, Pak.” Ucapnya. “Yang penting kamu sudah berusaha. Itu lebih baik daripada diam sama sekali,” saya memberi semangat. Lalu saya lontarkan gagasan tersebut. “Saya kira akan jauh lebih menarik jika mahasiswa baru itu menyumbang buku. Nanti sumbangan itu akan disampaikan kepada para pengelola Taman Bacaan Masyarakat seluruh Indonesia.” Adam langsung menyambar ide itu. “Iya, pak, ide semacam itu yang menarik. Yang saya aneh, kenapa tidak terlontar dari para pejabat atau minimal kepala perpustakaan Untirta ya?” Saya hanya tersenyum kecil.


Beberapa Minggupun menjelang. Saya melihat kegiatan P2KK berjalan. Sayangnya yang muncul di pemberitaan koran lokal justru diberitakan terjadi kekisruhan, terutama persoalan manajemen yang semrawut antara pihak Universitas dan Fakultas. Saya hanya bisa mengelus dada. Permainan elite semacam ini jelas sangat tak masuk akal dan imbasnya mahasiswa yang terbelah. Ah, kasihan mereka.
Untunglah proyek pengumpulan buku berjalan dengan lancar. Ada sekitar 2500 buku yang disumbang para mahasiswa baru. Adam dan panitia bermaksud menyerahkan secara simbolik pada acara penutupan P2KK pada hari Jumat, 31 Agustus 2012. “Bapak siap ya ke depan. Ngasih testimoni di hadapan para pejabat.” Ucap Adam yang sedikit menggebu-gebu. Sebagai anak muda, saya tahu dia ingin membuktikan sesuatu kepada para pejabat Untira. Tapi saya berusaha untuk menanyakan lagi niat baik itu. “Dam, coba tanya Rektor melalui MC acara. Berkenan nggak saya ke depan podium?” Adam menjawab. “Sudah oke, Pak.” Katanya sambil berlalu entah ke mana. Seperti yang sudah saya duga sebelumnya, salah seorang panitia memberitahu kepada saya bahwa pada acara penutupan itu tidak jadi diadakan seremonial. Apapun alasannya, saya tak mau memperpanjang. Saya SMS Adam. “Dam, nggak jadi. Rektor tak berkenan.” Lalu dia balik bertanya, “Terus harus gimana dong, Pak?” Saya jawab lagi, “Tanya sama rektormu.”


Penutupan P2KK “formal” pun berakhir. Para pejabat Untirta meninggalkan podium. Saya juga tak masalah sebetulnya jika proses simbolik pemberian buku itu tidak dilakukan. Toh buku-buku sudah ada dan niat baik itu sudah terjadi. Tinggal dibawa saja. Namun ketika para pejabat itu pergi, saya diminta oleh para mahasiswa untuk ke depan dan proses simbolik pemberian sumbangan buku pun terjadi. Saya diminta sedikit memberikan testimoni. Saya mengucapkan terimakasih kepada mereka dan saya jelaskan bahwa sumbangan buku ini sangat berharga bagi masyarakat yang rindu bacaan.

Sekarang, buku-buku itu sudah ada di Rumah Dunia. Akan kami simpan dan pada tanggal 31 Oktober nanti, akan kami serahkan kepada para pengelola TBM dalam acara Festival TBM se-Indonesia di Kemdikbud. Terimakasih Adam, terimakasih para mahasiswa Untirta.


Rabu, 05 September 2012

Mahasiswa Untirta Sumbang 2500 Buku


Banten Raya Post, 3 September 2012


Pekan Kegiatan Kehidupan Kampus (P2KK) yang diselenggarakan oleh Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten selama lima hari diakhiri dengan sumbangan buku kepada Pengurus Pusat Forum Taman Bacaan Masyarakat. Adam Marifat, selaku Presiden Mahasiswa Untirta menjelaskan bahwa sumbangan buku dari mahasiswa baru ini adalah simbol bahwa mahasiswa harus dekat dengan kegiatan literasi. “Akan aneh jika para mahasiswa tidak dekat dengan buku, oleh karena itu salah satu cara untuk mengkampanyekan budaya baca, harus dimulai dari lingkungan kampus dan momen semacam ini sangat tepat.”

Sementara itu Firman Venayaksa selaku Ketua 1 Pengurus Pusat Forum TBM yang mewakili penyerahan buku tersebut menjelaskan bahwa 2500 buku ini akan disebar ke Taman Bacaan Masyarakat yang ada di Indonesia. “Kebetulan pada tanggal 31 Oktober sampai 3 November 2012 akan diselenggarakan Festival TBM se-Indonesia yang bertempat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam kegiatan tersebut ada pengumpulan buku untuk Indonesia. Jadi buku ini akan disatukan dengan sumbangan buku dari partisipan yang lain. Hingga saat ini sudah lebih dari 5000 buku yang terkumpul.”

Ditanya mengenai sumbangan buku dari Untirta ini, Firman merespons baik. “Justru ide semacam ini yang kami tunggu. Kami sangat bahagia ketika para mahasiswa Untirta punya kepedulian yang tinggi pada gerakan literasi. Semoga apa yang dilakukan kali ini bisa dicontoh oleh universitas lain,” ujarnya. Firman menambahkan,  “saya berharap suatu saat mahasiswa tidak hanya menyumbang buku, tetapi terlibat menjadi relawan literasi di 6000 TBM yang tersebar seluruh Indonesia.”